19 Sep 2012

Kamu kemanaa?


Dulu.. Kita sama2 mulai dengan langkah yang sama. Menapaki anak tangga pertama tanpa beban apapun. Kamu tersenyum, nampak sangat bahagia. Ceria sekali. Melihatmu tersenyum saja sudah cukup membuatku ikut bahagia. Kelima jari kita saling bertautan. Ya, kita memang satu.

Kamu ingat tidak? Saat kita sama2 teriakkan, sedihmu sedihku juga!! Mulai saat itu kita sama2 berjanji untuk tidak menyimpan sedih kita sendirian. Semua orang saat itu selalu bertanya kamu kemana saat aku berjalan sendirian. Apakah itu juga berlaku padamu?

Kita mulai naik ke anak tangga berikutnya. Masih bersama. Ada banyak masalah yang aku hadapi, begitu juga kamu. Tapi, kita bisa sama2 melewatinya. Entah sudah berapa tetes air mata yang sudah menemani perjalanan kita, namun senyum dan tawa selalu ada di balik tetes air mata itu. Berkali-kali lipat.

Aku sudah tidak berhitung lagi, kita sudah ada di anak tangga ke berapa. Tapi sepertinya sudah cukup jauh karena kita sudah tidak bisa melihat lagi tanah dimana tangga ini berpijak. Saat aku menoleh ke belakang mencoba menghitung anak tanga yang sudah berhasil kita lewati, tiba2 jari2mu yang bertaut dengan jariku merenggang lalu kemudian terpisah…

Sekarang.. Aku menapaki tangga ini sendirian. Kamu sudah jauh di atas sana. Dengan keceriaanmu yang baru. Kadang, aku sedikit berlari dengan harapan bisa berjalan bersamamu lagi. Namun, bahkan bayanganmu pun tak nampak.

Di perjalanan, tidak jarang aku bertemu orang yang juga mengenalmu. Mereka bilang kamu bahagia. Kamu sudah mendapatkan hidup yang baru. Tak apalah, ini sudah ketetapan-Nya. Asal kamu tahu, bahagiamu  bahagiaku juga!

Kadang aku mengeluh dalam hati, kenapa tangga ini begitu tinggi? Mana ujung tangganya? Kamu mungkin sudah sampai di sana. Menurut mitos, ujung tangga ini adalah kebahagiaan yang nyaris sempurna. Ah, entahlah! Aku rindu genggaman tangan kita, aku rindu kamu!